Jumat, 12 Januari 2018

Bai Fang Li, Kisah Tukang Becak Tua Berhati Mulia

Kisah Bai Fang Li ini admin harap menjadi pelajaran buat kita semua untuk saling membantu sesama kita yang kesusahan, walaupun hidup serba pas-pasan tetapi tetap membantu orang tanpa pamrih dengan apapun yang bisa kita berikan. jikalau kau percaya berkah itu datangnya bisa datang dari mana saja dan pahala yang setimpal akan kita dapatkan jikalau kita melaksanakan kebaikan dengan iklas.. :)

Tak perlu menggembar-gemborkan sudah berapa banyak kita menyumbang orang alasannya ialah mungkin belum sepadan dengan apa yang sudah dilakukan oleh Bai Fang Li. Kebanyakan dari kita menyumbang kalau sudah kelebihan uang. Jika hidup pas-pasan impian menyumbang hampir tak ada.

Bai Fang Li berbeda. Ia menjalani hidup sebagai tukang becak. Hidupnya sederhana alasannya ialah memang hanya tukang becak. Namun semangatnya tinggi. Pergi pagi pulang malam mengayuh becak mencari penumpang yang bersedia menggunakan jasanya. Ia tinggal di gubuk sederhana di Tianjin, China.



Ia hampir tak pernah beli makanan alasannya ialah makanan ia dapatkan dengan cara memulung. Begitupun pakaiannya. Apakah hasil membecaknya tak cukup untuk membeli makanan dan pakaian? Pendapatannya cukup memadai dan bersama-sama bisa membuatnya hidup lebih layak. Namun ia lebih memilih menggunakan uang hasil jerih payahnya untuk menyumbang yayasan yatim piatu yang mengasuh 300-an anak tak mampu.



Tersentuh...
Bai Fang Li mulai tersentuh untuk menyumbang yayasan itu saat usianya menginjak 74 tahun. Saat itu ia tak sengaja melihat seorang anak usia 6 tahunan yang sedang menyampaikan jasa untuk membantu ibu-ibu mengangkat belanjaannya di pasar. Usai mengangkat barang belanjaan, ia mendapat upah dari para ibu yang tertolong jasanya.

Namun yang membuat Bai Fang Li heran, si anak memungut makanan di daerah sampah untuk makannya. Padahal ia bisa membeli makanan layak untuk mengisi perutnya. Ketika ia tanya, ternyata si anak tak mau mengganggu uang hasil jerih payahnya itu untuk membeli makan. Ia gunakan uang itu untuk makan kedua adiknya yang berusia 3 dan 4 tahun di gubuk di mana mereka tinggal. Mereka hidup bertiga sebagai pemulung dan orangtuanya entah di mana.

Bai Fang Li yang berkesempatan mengantar anak itu ke daerah tinggalnya. Setelah itu ia membawa ketiga anak itu ke yayasan yatim piatu di mana di sana ada ratusan anak yang diasuh. Sejak itu Bai Fang Li mengikuti cara si anak, tak menggunakan uang hasil mengayuh becaknya untuk kehidupan sehari-hari melainkan disumbangkan untuk yayasan yatim piatu tersebut.



Tak Menuntut Apapun...
Bai Fang Li memulai menyumbang yayasan itu pada tahun 1986. Ia tak pernah menuntut apa-apa dari yayasan tersebut. Ia tak tahu pula siapa saja anak yang menerima manfaat dari uang sumbangannya. Pada tahun 2001 usianya mencapai 91 tahun. Ia datang ke yayasan itu dengan ringkih. Ia bilang pada pengurus yayasan kalau ia sudah tak sanggup lagi mengayuh becak alasannya ialah kesehatannya memburuk. Saat itu ia membawa pertolongan terakhir sebanyak 500 yuan atau setara dengan Rp 675.000.




Dengan uang pertolongan terakhir itu, total ia sudah menyumbang 350.000 yuan atau setara dengan Rp 472,5 juta. Anaknya, Bai Jin Feng, gres tahu kalau selama ini ayahnya menyumbang ke yayasan tersebut. Tahun 2005, Bai Fang Li meninggal setelah terserang sakit kanker paru-paru.



Melihat semangatnya untuk menyumbang, Bai Fang Li memang orang yang luar biasa. Ia hidup tanpa pamrih dengan menolong bawah umur yang tak beruntung. Meski hidup dari mengayuh becak (jika diukur jarak mengayuh becaknya sama dengan 18 kali keliling bumi), ia punya kepedulian yang tinggi yang tak terperikan.

Disqus Comments