Jumat, 01 Desember 2017

4 Mitos Seputar Energi Nuklir



Setelah meledaknya reaktor Pembangkit Listrik Nuklir di Jepang, timbullah banyak sekali kekhawatiran mengenai energi tanpa batas ini. Selama ini, tenaga nuklir memang masih menimbulkan proa dan kontra terkait ancaman radiasi yang ditimbulkan kala nuklir ini meledak dan bocor. Kekhawatiran memang semakin menjadi, setelah ancaman yang muncul tanggapan bocornya PLTN di Jepang, tanggapan gempa dan tsunami.

Berikut ini yakni 4 mitos mengenai energi nuklir, yang sering berkembang di masyarakat. Seperti okezone kutip dari Washington Post.

1. Masalah terbesar dengan energi nuklir yakni keamanan?
Keselamatan tentu persoalan kritis, ibarat tragedi di Jepang yang membuatnya semakin jelas. Tapi selama bertahun-tahun, tantangan terbesar untuk energi nuklir berkelanjutan bukanlah keselamatan, melainkan biaya.

Di Amerika Serikat, pembangunan nuklir gres sudah memperlambat bahkan sebelum krisis parsial di Three Mile Island pada tahun 1979. Pembangkit tenaga nuklir terakhir selesai pada tahun1996, tapi pembangunannya dimulai pada 1972.

Hari ini, tenaga nuklir masih jauh lebih mahal daripada kerikil bara atau listrik berbahan bakar gas, terutama sebab materi nuklir sangat mahal untuk membangun. Diperkirakan biaya materi ini mencapai USD5 miliar. Sebuah studi MIT tahun 2009 memperkirakan bahwa biaya produksi energi nuklir (termasuk konstruksi, pemeliharaan dan materi bakar) yakni sekitar 30 persen lebih tinggi dari batubara atau gas.

Tentu saja, biaya dan keamanan yang tidak berhubungan. Kekhawatiran ihwal keselamatan yang ekstensif menyebabkan proses persetujuan peraturan dan menambah ketidakpastian untuk menanam perhitungan pengembang.

2. Pembangkit listrik tenaga nuklir menjadi senjata untuk teroris
Sangat mudah untuk menerima ketakutan ihwal serangan teroris pada nuklir. Setelah serangan 11 September, sebuah industri rumahan muncul menjasi sebuah ancaman, dengan analis pernah membayangkan cara-lebih mengerikan dan kreatif yang teroris mampu menyerang akomodasi nuklir dan membebaskan konsekuensi besar.

Tentu saja ada resiko yang nyata: hebat nuklir Matthew Bunn dari Harvard University telah menyampaikan bahwa teroris merencanakan serangan.

Tapi pada kenyataanya jauh lebih sulit untuk menargetkan pembangkit listrik tenaga nuklir dari satu mungkin berpikir, dan teroris akan mengalami kesulitan besar mereplikasi dampak fisik.

Hal ini juga akan sulit bagi mereka untuk menerobos kubah beton dan hambatan lainnya yang mengelilingi reaktor AS. Dan meskipun serangan telah dicoba di masa lalu, yang paling terkenal oleh separatis Basque di Spanyol pada tahun 1977, namun tidak menjadikan kerusakan luas.

3. Tenaga nuklir yakni kunci untuk kemandirian energi
Ketika orang berbicara ihwal kemandirian energi, mereka berpikir ihwal minyak, yang kita kebanyakan digunakan dalam kendaraan dan produksi industri. Ketika mereka berbicara ihwal nuklir, meskipun, mereka berpikir ihwal listrik.

Lebih banyak tenaga nuklir berarti kerikil bara kurang, gas kurang alami, lebih sedikit daya tenaga air dan energi angin kurang. Tetapi bila kita mulai meletakkan pembangkit listrik tenaga nuklir di kendaraan beroda empat kami dan semifinal, lebih nuklir tidak akan berarti sedikit minyak.

Ini tidak selalu terjadi: Selama masa kejayaan dari tenaga nuklir, awal 1970-an. minyak yakni sumber listrik besar, dan tenaga nuklir meningkatkan yakni cara faktual untuk menekan minyak keluar dari ekonomi. Sayangnya, kita sudah mengganti hampir semua minyak bumi di sektor tenaga listrik, kesempatan untuk mengganti minyak dengan tenaga nuklir hilang.

4. Teknologi yang lebih baik dapat membuat tenaga nuklir yang aman
Teknologi dapat meningkatkan keselamatan, tetapi akan selalu ada resiko dengan tenaga nuklir. Orang Jepang di tengah krisis ketika ini menggunakan teknologi lama yang meningkatkan kerentanan mereka.

Generasi reaktor akan "didinginkan secara pasif," yang berarti bahwa bila daya cadangan gagal ibarat yang telah terjadi di Jepang, kebocoran akan lebih mudah dihindari.

Tapi apa yang terjadi di Jepang mengingatkan kita bahwa kerentanan tak terduga yang tidak dapat dihindari dalam setiap sistem yang sangat kompleks. rekayasa hati-hati dapat meminimalkan kemungkinan bencana, tetapi tidak dapat menghilangkannya. Pihak berwenang perlu memastikan bahwa mereka siap untuk menghadapi kegagalan terantisipasi bahkan ketika mereka bekerja untuk mencegah mereka.
okezone
Disqus Comments